-->
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ketika Hujan Mencumbu Bumi

 Ketika Hujan Mencumbu Bumi

Ketika Hujan Mencumbu Bumi _ Foto oleh Jill Burrow dari Pexels
Ketika Hujan Mencumbu Bumi _ Foto oleh Jill Burrow dari Pexels


Aksara mengalir deras dalam lautan kata, seperti tetesan hujan yang aku lihat di suatu senja, ketika langit terlihat kelabu tertutup tangisan langit, tercurah tanpa aba-aba.


Ketika itu senja beranjak malam, burung-burung beterbangan kembali menuju sarang. Hujan masih turun dengan deras, sayap burung terlihat berat menanggung basah, Ia paksakan tetap terbang menuju sarang yang terasa hangat.


Udara dingin menusuk kulit tak dirasa, demi menuju pulang. Udara malam sudah menyapa, tandanya rembulan segera datang mengganti mentari yang entah kemana. Siluet pepohonan bergerak perlahan, ah gelap sudah datang, saatnya menutup daun pintu.


Cerita tentang senja tidak akan ada habisnya, lihatlah goresan para pujangga, seolah berlomba menyanjung senja. 


Inilah hidup, dengan segara gemerlap dunia, pagi berganti siang, siang berganti malam dan malampun hilang diganti pagi. Hidup tiada yang abadi, ada yang datang dan ada yang pergi, tak dapat dicegah bila Allah berkehendak.


Nikmati sisa hidup ini, tebarkan kebaikan bukan menebar pesona. Tak sepatutnya melempar kekuasaan Allah, percayalah pertolongan Allah selalu datang tanpa kita minta dan tanpa tak kita sangka. Jangan pernah membenci makhluk ciptaan-Nya, yang kita benci suatu saat menjadi penolongmu.


Tetap berjalan di jalan yang sudah digariskan, jalan itu memang berkelok dan penuh duri, banyak yang menepi, jangan melihat itu luka, tataplah ke depan karena cahaya sedang menanti.


Aksara demi aksara tetap tergores, meski air mata terus menetes, goresan pena akan tetap abadi meski tangan ini tak bisa lagi memegang ujung pena. 


Keajaiban hidup sudah terasa, meski hinaan dan cemoohan sering terdengar. Hidup bukan sekedar mimpi dalam buaian, bangun dan wujudkan mimpi-mimpi itu. Rangkaian kehidupan bagai mozaik tertata satu persatu,  indah dilihat, seindah lukisan alam.


Apapun jalan Allah yang diberi, semua penuh hikmah tak perlu merutuk kekuasaan-Nya, kita bisa apa ketika sang Maha Pencipta meminta, manusia tak punya kekuasaan apapun.


Menempuh perjalanan ini terasa sulit, itu diakui oleh banyak anak manusia yang melewati jalan ini. Jalanan ini penuh godaan, tangisan, kepedihan dan juga prasangka. Fitnah akan bertebaran. Sedikit yang berhasil melewatinya, seringkali anak manusia mengharap hasil tanpa melalui proses.


Untuk yang membaca tulisan ini, jauhi semua prasangka yang belum tentu benar adanya. Hati manusia tidak terlihat, bicara kebenaran dianggap kebohongan bila rasa percaya sudah hilang. Hanya Allah yang mengetahui kebenaran ini, biarlah, biarlah, biarlah semua dengan argumennya. 


Pada-Mu yang menciptakan makhluk bumi beserta isinya, terimalah salam dari hati terdalam, rangkul hati ini untuk tetap bersama-Mu jangan goyahkan perjalanan ini, meski onak duri harus dilewati.


Abadi bersama dalam lautan kecintaan pada sang Khalik, tetaplah berjalan disamping menatap jalanan yang semakin sunyi. Hujan masih mencumbu bumi, ketika malam terbungkus gelap.


Harapan terdengar lirih dari makhluk tak berdaya, saat ini hanya pertolongan sang Pencipta dan pencinta yang didamba. Biarlah lautan cinta menyelimuti tubuh ini. Jangan Pernah campur adukkan kebenaran dengan kebohongan. Mulut ini diam, tapi hati ini berbicara. Ketika hujan mencumbu bumi ada satu harapan.




Adsn1919

Catatan : Di buat oleh,  ADSN1919.  Baca juga Ketika Hujan Merindu Bumi yang tayang yang di Diwa1919.com  Jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

 

 

Apriani1919
Apriani1919 Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam karena itu membuat aku tiada secara perlahan

16 komentar untuk "Ketika Hujan Mencumbu Bumi "

Warkasa1919 27 Desember 2021 pukul 21.38 Hapus Komentar
Keren, mbak Din... produktif nih, hehhe...
Rumah Fiksi 1919 27 Desember 2021 pukul 21.40 Hapus Komentar
😂😁 lagi ada ide biasanya buntu hehehe
Meduster 28 Desember 2021 pukul 09.30 Hapus Komentar
Keren Mba Dini
Budi Susilo 28 Desember 2021 pukul 11.29 Hapus Komentar
👍👍👍
Rumah Fiksi 1919 28 Desember 2021 pukul 12.39 Hapus Komentar
Makasih mba Ester 🤗
Rumah Fiksi 1919 28 Desember 2021 pukul 12.39 Hapus Komentar
Makasih pak Budi 👍
MARI BELAJAR 28 Desember 2021 pukul 16.46 Hapus Komentar
Hujan yang memiliki banyak cerita... Mantap Kak
celotehnur54 28 Desember 2021 pukul 17.03 Hapus Komentar
Abadi bersama di laut cinta ciptaan sang khalik. .... Mantap, ananda Dinni. Terima kasih telah berbagi.
Rumah Fiksi 1919 28 Desember 2021 pukul 18.02 Hapus Komentar
Betul sekali, terimakasih sudah mampir di Blog kami 😀
Rumah Fiksi 1919 28 Desember 2021 pukul 18.03 Hapus Komentar
Terimakasih nek 🤗🤗 nenek penyemangatku dalam menulis 🤗🤗
Siti Nazarotin.blogspot.com 28 Desember 2021 pukul 19.05 Hapus Komentar
Biyuuuh. Super duper keren Mbak.
Khairunnisa Ast 28 Desember 2021 pukul 20.20 Hapus Komentar
Dari blog Celotehnu54 baca artikel seputar hujan. Mampir ke blog ini kembali bertemu dengan hujan. Siang tadi hujan mengguyur bumi. Sekarang memang sedang musim hujan
Rumah Fiksi 1919 28 Desember 2021 pukul 20.36 Hapus Komentar
Hai mba Na 😁😁 sedang melatih nulis lagi 😁🤗
Rumah Fiksi 1919 28 Desember 2021 pukul 20.37 Hapus Komentar
Hehe betul sekali sedang musim hujan 😁 dan hujan memberi ide untuk ditulis 😂
Tanza Erlambang - Sawan Fibriosis 31 Desember 2021 pukul 19.26 Hapus Komentar
hujan adalah saat saat yang menyenangkan.....
Rumah Fiksi 1919 2 Januari 2022 pukul 19.21 Hapus Komentar
Terimakasih pak Tanza telah membaca goresan pena ini 😁